‘Atta’, panggilanku untukmu. Tahukah kamu mengapa aku memanggilmu seperti itu? Sebelum ku katakan alasannya, aku ingin kau mengingat ketika kau meng_Imam_iku saat aku sholat ditempatmu. Ada perasaan yang berbeda dihatiku. Aku merasakan kau akan menjadi seseorang yang istimewa kelak. Dan ku dapatlan itu. Hanya beberapa hari saja, tapi sangat berkesan. Kau adalah Imamku, kau ‘Atta’ penuntun saat aku tersesat, penguat saat aku lemah, penyemangat saat aku putus asa.
Menjauhimu. Ya, ku fikir ini adalah satu-satunya jalan agar aku dapat melupakanmu. Aku ingin lepas dari bayang-bayang tentangmu yang setiap malam menggerogoti sepiku. Aku selalu sakit jika mengingatmu kini tidak sendiri lagi, walaupun status kita sama. Aku tidak ingin terlalu hiperbola dengan kata-kataku, tapi aku selalu merasa sesak ketika ku bayangkan apa yang akan kau lalui dengannya. Selalu ku berkhayal andai saja aku tidak pulang, mungkin saja sampai saat ini kau masih menjadi milikku, meski harus ku korbankan yang terindah. Tapi mungkin ini takdir, aku harus berpisah denganmu dan kau mendapatkan seseorang yang lain yang akan menggantikan tahtaku dihatimu.
Aku pernah berjanji untuk menemanimu dihari terindahmu. Dan aku salah karena tak ku tepati janjiku dengan alasan yang mungkin konyol, tapi memang benar.
Malam itu kau katakan bahwa kau sudah memilikinya, tapi ada kalimatmu yang sampai saat ini selalu jadi penghibur saat aku merindukanmu. Aku sangat bahagia ketika kau katakan “kau memiliki tempat tersendiri dihatiku”.
Apakah kau tahu, setiap malam kau selalu hadir dimimpiku?
Kau hampir saja membuatku gila karena anganku untuk menemui dan memilikimu tidak pernah sampai.
Apakah kau tahu, setiap kali handphoneku berbunyi, aku selalu berharap pesan itu darimu?
Apakah kau tahu, setiap kali aku rindu aku selalu barbaring, memutar musik, dan mengkhayalkanmu?
Konyol memang. Tapi inilah aku, aku yang selalu salah karena menyayangimu.
Tanggal 4 desember 2010 tepat malam minggu, perasaanku malam itu sangat tidak karuan. Sepi dan sedih bergelayut didalam hatiku, bercampur aduk bersama rindu yang tidak tertahan untukmu. Aku mengirimkanmu sebuah pesan singkat, ku tanyakan keberadaanmu. Tapi balasan darimu membuatku semakin terpuruk, kau katakan kau sedang bersama dia. Sekejap saja rinduku meleleh bersama air mata yang tanpa ku sadari menetes dipelupuk mataku. Inikah yang dikatakan cemburu? Gumamku saat itu. Kalaupun benar itu adalah cemburu, aku rasa aku tak berhak merasakan itu untukmu karena kau bukan siapaku. Sejenak ku berfikir, mengapa malam itu aku mengirimkan pesan kepadamu. Kalau saja tak ku lakukan, mungkin saja saat ini keputusanku untuk menjauhimu tidak akan pernah terbayang. Harusnya malam itu kau membohongiku, harusnya kau katakan kau sedang bersama temanmu bukan bersama dia. Aku akan merasa lebih lega, walau itu hanya sebuah kebohongan.
Aku menulis ini untuk mengungkapkan semua isi hatiku yang selama ini tidak pernah bisa untuk ku ungkapkan.
Aku ingin kau tahu sampai saat ini aku masih menyayangimu, kalaupun nanti kau membaca note ini diusiamu yang 50 atau 70 tahun, aku masih menyayangimu. Kau begitu berbeda entah karena apa.
Keputusanku untuk menjauhimu, itu karena aku tak ingin lagi menyakiti diriku dengan mengharapkan sesuatu yang mustahil. Aku juga tidak ingin menyakiti orang lain yang berada disisiku dan yang berada disisimu.
Kisah pohon yang ditinggalkan daun sepertinya tidak akan menjadi cerita fiktif lagi, karena aku akan mengangkatnya dalam kehidupan nyata, mulai saat ini.
beuhh romantiz tawwaa...
BalasHapusnice post...
kunjungi blogkuu juga yagh...
hhe,,, thank's
BalasHapuswokeh